SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI HIMAPRODI PGSD UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA

SELAMAT DATANG DI KAMPUS SEMANGAT PAGI

SELAMAT

SLIDE-2-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

SLIDE-3-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

If you are going [...]

SLIDE-4-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

SLIDE-5-TITLE-HERE

Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com[...]

Rabu, 30 Mei 2012

MAKALAH PROFESI GURU


Profesi guru - Menjadi guru adalah menghayati profesi. Apa yang membedakan sebuah profesi, dengan pekerjaan lain adalah bahwa untuk sampai pada profesi itu seseorang berproses lewat belajar. “Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai jabatan dalam suatu hierarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk jabatan itu serta pelayanan baku terhadap masyarakat profesi, 
lembaga pendidikan hanya akan diisi orang-orang yang bernafsu memuaskan kepentingan diri dan kelompok. 

Tanpa etika profesi, nilai kebebasan dan individu tidak dihargai. Untuk inilah, tiap lembaga pendidikan memerlukan keyakinan normatif bagi kinerja pendidikan yang sedang diampunya. Sekolah dan guru tidak lagi percaya dan dipercaya sebagai pendidik dan pengajar.

Tugas mereka telah digantikan lembaga bimbingan belajar atau bimbel. Etika profesi guru pun digadaikan demi uang! Silap terhadap uang akan membuat sebuah pemerintahan hancur. Juga berlaku bagi dunia pendidikan kita. Jika mereka yang bertanggung jawab dalam mengurus pendidikan di negeri ini silap uang, mulai dari pejabat di tingkat pusat sampai guru di tingkat sekolah negeri, akhir dunia pendidikan kita ada di depan mata. Kehadiran lembaga bimbel di sekolah negeri adalah tanda paling jelas tentang hancurnya moralitas dan matinya etika profesi.

B. Tujuan

  1. Mengetahui Profesi Guru.yang sebenarnya
  2. Untuk mengetahui etika profesi guru.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan tujuan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
  1. Apakah arti prifesi guru.
  2. Bagaimanakah menjaga pofesi guru

D. Lingkup Penelitian

Pembahasan resume ini hanya terbatas pada Guru profesi


PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesi

Menurut Kartadinatap profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan..

Makagiansar, M. 1996 profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu

Nasanius, Y. 1998 mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.

Galbreath, J. 1999 frofesi gurtu adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.

Gagasan pendidikan profesi guru semula dimaksudkan sebagai langkah strategis untuk mengatasi problem mutu keguruan kita karena perbaikan itu tidak akan terjadi dengan menaikkan remunerasi saja. Oleh sebab itu, pendidikan profesi diperlukan sebagai upaya mengubah motivasi dan kinerja guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Tetapi sangat disayangkan implementasi gagasan pendidikan profesi lebih ditekankan pada uji sertifikasi (terutama untuk guru dalam jabatan). Padahal, Pasal 11 UU Sisdiknas mensyaratkan untuk memperoleh sertifikat pendidik tidak lain adalah kualifikasi S1/D4 dan menempuh pendidikan profesi guru.

Program uji sertifikasi yang tengah dijalankan pemerintah dengan mengandalkan penilaian portofolio, dipilih oleh pemerintah kabupaten/kota. Bahkan akan dibuka peluang bagi mereka yang tidak berkualifikasi S1/D4. Kenyataan ini bukan saja tidak menghasilkan perbaikan mutu, tetapi akan memunculkan masalah birokratisasi yang pada akhirnya mempersulit guru.

Program sertifikasi tidak boleh dilepaskan dari proses pendidikan profesi, dan tidak seharusnya dipandang sekadar cara memberikan tunjangan profesi. Tunjangan profesi hanyalah insentif agar para guru mau kembali belajar, sedangkan perbaikan kesejahteraan guru harus diberlakukan kebijakan lain tentang remunerasi.

"Ada piti (uang) muncul dignity," seloroh seorang guru. Memang persoalan ekonomi yang dihadapi guru sangat memengaruhi kinerja dan citranya di dalam masyarakat. Melalui tunjangan profesi kesejahteraan guru sulit diperbaiki karena mensyaratkan adanya kualifikasi dan sertifikat pendidik.

Penghasilan guru seharusnya diperbaiki--agar profesi ini menjadi kompetitif--dengan menaikkan tunjangan fungsional secara progresif dan mengoptimalisasi peran pemerintah daerah dalam pemberian insentif seperti yang telah dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta sekarang ini. Dengan demikian perbaikan remunerasi terlaksana secara merata dan proses sertifikasi tidak didesak untuk mengambil jalan pintas.

Begitulah guru dan pendidikan di negara maju dan ingin maju, senantiasa berada pada top of mind para pemimpin dan masyarakatnya. Bangsa Indonesia perlu belajar lebih banyak lagi.

Jika konflik kepentingan muncul, manakah standar moral dan etika profesi
yang dipakai sebagai sarana untuk memecahkan konflik? Maksim moral Kant Setiap profesi, apa pun, termasuk guru, tidak dapat melepaskan diri dari prinsip moral dasar yang diajukan Immanuel Kant. Dengan memperlakukan individu atau pribadi dalam kerangka tujuan

keberadaan mereka, Kant implisit mengakui, tiap individu memiliki nilai-nilai
intrinsik. Individu itu bernilai dalam diri sendiri. Karena itu, tiap penguasaan atau perbuatan yang menundukkan mereka, menjadi sarana bagi tujuan pribadi individu, merupakan pelanggaran atas norma moral. Kerja sama antara lembaga sekolah dan lembaga bimbel menyiratkan adanya konflik kepentingan. Demi kepentingan siapa lembaga bimbel itu ada? Siswa, guru dan sekolah, orangtua, atau lembaga bimbel? Mungkin ada yang berpendapat, yang diuntungkan adalah semua, yaitu siswa, guru/sekolah, orangtua, dan lembaga bimbel.

Siswa bisa kian percaya diri dalam menghadapi ujian nasional (UN). Orangtua merasa nyaman dan aman anaknya akan siap menghadapi UN dan tes ujian masuk perguruan tinggi negeri, sekolah untung karena prestasi menjadi tinggi, guru untung sebab dapat tambahan uang saku, dan lembaga bimbel untung karena dapat fulus dari proyek ini. Namun tidak semua berpendapat demikian sebab tidak semua siswa, guru, dan orangtua diuntungkan! Kehadiran lembaga bimbel di sekolah merupakan indikasi konflik kepentingan yang mengorbankan martabat guru, memperalat siswa, mengelabui orangtua, dan menipu masyarakat. Maksim moral Kant mensyaratkan, dalam setiap hal kitaharusmenghormatipribadiatauyang lain sebagai bernilai dalam diri sendiri dan tidak pernah memanfaatkan mereka sebagai alat demi tujuan tertentu (bahkan yang tampaknya baik dan menguntungkan!) Tugas mendidik dan mengajar siswa merupakan hak istimewa yang menjadi monopoli guru. Ketika tugas ini diserahkan kepada lembaga lain yang tidak memiliki monopoli profesi muncul pertanyaan. Selama ini apa yang telah dilakukan para guru dalam mendidik siswa?


C. Professional

Keinginan menghadirkan lembaga bimbel di sekolah menjadi tanda, guru tidak melaksanakan profesinya secara profesional dan total. Fenomena bimbel di sekolah menunjukkan kenyataan, kepentingan siswa telah diperalat demi kepentingan lain, terutama demi kepentingan bisnis. Lembagabimbel yang datang ke sekolah tidak lelahanan (gratis). Mereka dibayar. Demi kepentingan ini, siswa dan orangtua harus membayar. Aturan moral yang berlaku untuk kasus ini adalah jika bimbel diperlukan sekolah demi perbaikan prestasi siswa, sekolah tidak berhak menarik bayaran atas

kegiatan tambahan ini. Les tambahan merupakan tanggung jawab sekolah demi kepentingan siswa. Namun, yang gratisan seperti ini tidak ada! Maka, sekolah dan guru telah memanipulasi siswa menjadi alat demi kepentingan sendiri. Guru menarik keuntungan dengan mengorbankan martabat profesinya sendiri! Apa yang dilakukan? Berhadapan dengan situasi ini, apa yang dapat dilakukan? Pertama, pemerintah dan guru seharusnya segera bertindak untuk memulihkan martabat profesionalnya. Praksis kerja sama sekolah dengan lembaga bimbel harus dihentikan, jika perlu sekolah yang melakukan diberi teguran keras, sebab mereka telah melecehkan etika profesi guru yang membuat fungsi mereka tidak dipercaya lagi dalam masyarakat. Kedua, untuk itu perlu dibentuk Dewan Kehormatan Guru agar profesiguru tetap terjaga kemartabatannya dan kepentingan masyarakat luas tetap terjamin.


E. Kode Etik Guru

Sebagai kalangan profesional, sudah waktunya guru Indonesia memiliki kode etik dan sumpah profesi. Guru juga harus memiliki kemampuan sesuai dengan standar minimal sehingga nantinya “tidak malapraktik” ketika mengajar.

Direktur Program Pascasarjana Uninus, Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, M.P.A., menyatakan hal itu di ruang kerjanya Jln. Soekarno-Hatta, Kamis (4/10). “Dibandingkan dengan profesi lain seperti dokter, guru masih tertinggal karena belum memiliki sumpah dan kode etik guru,” katanya.

Adanya sumpah profesi dan kode etik guru, menurut Achmad Sanusi, sebagai rambu-rambu, rem, dan pedoman dalam tindakan guru khususnya saat kegiatan mengajar. Alasannya, guru harus bertanggung jawab dengan profesi maupun hasil dari pengajaran yang ia berikan kepada siswa. Jangan sampai terjadi malapraktik pendidikan.



KODE ETIK GURU INDONESIA
  1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila
  2. Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional
  3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
  4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
  5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
  6. Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya
  7. Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional
  8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
  9. Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan



KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:

Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.

Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi
  • Menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah,
  • Mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan, 
  • Melindungi kepentingan anggotanya, 
  • Menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya, 
  • Menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan 
  • Mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis.

B. Saran

Sebagai seorang guru kita harus menjaga etika profesi. Tidak silap uang karena suatu pendidikan bukan suatu sarana untuk menciptakan uang karena para orang tua mulai tidak percaya dengan suatu lembaga pendidikan. Mari menjadi guru yang professional


DAFTAR PUSTAKA

-----------, 2006. Undang Undang No.14 tahun 2005 pendidikan nasional Indonesia , Jakarta: Depdiknas RI

-----------, 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI

http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/makalah-profesi-guru.html

-----------,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen - Dik menum.

Wanto, 2005. manajemen dan pendidikan, Surabaya; Tabloid Nyata IV Desember


Sumber http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-profesi-guru.html

By Himaprodi S1 PGSD with No comments

MENGELOLA SUMBER BELAJAR OLEH GURU




BAGAIMANA MENGELOLA SUMBER BELAJAR 

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik (guru) dalam mengelola sumber belajar:
  • Pendidik (guru) bisa mengenal, memilih dan menggunakan sumber belajar. Dalam hal ini perlu selektif, karena dalam menggunakan sesuatu media itu juga harus mempertimbangkan komponen-komponen yang lain dalam proses belajar mengajar, misalnya apa materinya dan metode apa yang harus dipakai.
  • Pendidik (guru) membuat alat-alat bantu pembelajaran yang sederhana. Maksudnya agar mudah didapat dan tidak menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda.
  • Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar. Misalnya untuk kegiatan penelitian, eksperimen dan lain-lain.
  • Menggunakan buku pegangan atau buku sumber. Buku sumber perlu lebih dari satu kemudian ditambah buku-buku yang lain yang dapat menunjang dalam proses pembelajaran.
  • Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru dituntut dapat mengelola perpustakaan agar dapat memberikan kemudahan bagi si anak didik (peserta didik)

BAGAIMANA MENGELOLA ISI PEMBELAJARAN :

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik (guru) dalam mengelola isi pembelajaran:

  1. Pendidik (guru) harus menguasai isi materi pembelajaran yang di ajarkan terhadap anak didik (peserta didik)
  2. Pendidik (guru) harus mampu bisa menyampaikan materi pembelajaran yang di ajarkan terhadap anak didik (peserta didik)
  3. Pendidik (guru) harus bisa mengkoordinir peserta didik dalam menyelesaikan materi yang disampaikan.
  4. Pendidik (guru) harus memberikan suatu evaluasi terhadap anak didik. Tujuan meberikan suatu evaluasi ini adalah agar sejauh mana materi yang disampaikan atau yang diajarkan bisa diserap oleh peserta didik.

Untuk melengkapi makalah ini silakan klik di bawah ini!!!


Sumber http://www.sarjanaku.com/2010/02/mengelolah-sumber-belajar-oleh-guru.html

By Himaprodi S1 PGSD with No comments

Minggu, 27 Mei 2012

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER

Ilustrasi Gambar


Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Dampak Pendidikan Karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.

sumber : http://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/06/02/urgensi-pendidikan-karakter/

By Himaprodi S1 PGSD with No comments

12 PILAR PENDIDIKAN KARAKTER

Ilustrasi Gambar


Pendidikan karakter utuh dan menyeluruh menawarkan beberapa alternatif pengembangan keutamaan untuk membentuk karakter individu menjadi pribadi berkeutamaan. Pilihan prioritas keutamaan itu didasarkan pada tiga matra pendidikan karakter yang menjadi dasar bagi pengembangan pendidikan karakter utuh dan menyeluruh, yaitu matra individua, matra sosial, dan matra moral. 12 Pilar Keutamaan menurut Doni Koesoema A adalah sebagai berikut:
1. Penghargaan terhadap tubuh
Penghargaan terhadap tubuh merupakan keutamaan fundamental yang perlu dikembangkan dalam diri setiap orang. Penghargaan terhadap tubuh termasuk di dalamnya kesediaan dan kemampuan individu menjaga dan merawat kesehatan jasmani tiap individu. Kesehatan jasmani merupakan salah satu bagian penting bagi pembentukan keutamaan. Pendidikan karakter mesti memprioritaskan tentang bagaimana individu dapat menjaga tubuhnya satu sama lain, tidak merusaknya, melainkan membuat keberadaan tubuh tumbuh sehat sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan kodratnya. Penghargaan terhadap tubuh merupakan ekspresi diri individu untuk menjadi perawat dan pelindung satu sama lain. Individu mesti menumbuhkan dalam dirinya sendiri keinginan untuk merawat tubuh diri dan orang lain, termasuk pertumbuhan psikologis dan emosionalnya.
2. Transendental
Pengembangan keutamaan transendental, baik itu yang sifatnya religius, keagamaan, maupun yang sublim, seperti kepekaan seni, apresiasi karya-karya manusia yang membangkitkan refleksi serta kemampuan untuk memahami kebesaran yang Illahi merupakan dasar bagi pengembangan pembentukan karakter. Setiap individu dianugerahi kepekaan akan sesuatu yang lembut, halus, yang bekerja secara rohani mendampingi manusia, kepekaan akan sesuatu yang adikodrati. Kepekaan akan yang Kudus, yang transenden, yang baik, yang indah, baik itu dalam diri manusia maupun di alam, merupakan salah satu sarana untuk membentuk individu menjadi pribadi berkeutamaan.
3. Keunggulan akademik
Keunggulan akademik adalah tujuan dasar sebuah lembaga pendidikan. Keunggulan akademik berbeda dengan sekedar lulus ujian. Keunggulan akademik mencakup di dalamnya, cinta akan ilmu, kemampuan berpikir kritis, teguh pada pendirian, serta mau mengubah pendirian itu setelah memiliki pertimbangan dan argumentasi yang matang, memiliki keterbukaan akan pemikiran orang lain, berani terus menerus melakukan evaluasi dan kritik diri, terampil mengomunikasikan gagasan, pemikiran, melalui bahasa yang berlaku dalam ruang lingkup dunia akademik, mengembangkan rasa kepenasaranan intelektual yang menjadi kunci serta pintu pembuka bagi hadirnya ilmu pengetahuan. Dari kecintaan akan ilmu inilah akan tumbuh inovasi, kreasi dan pembaharuan dalam bidang keilmuan.
4. Penguasaan diri
Penguasaan diri merupakan kemampuan individu untuk menguasai emosi dan perasaannya, serta mau menundukkan seluruh dorongan emosi itu pada tujuan yang benar selaras dengan panduan akal budi. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kesediaan mengolah emosi dan perasaan, mau menempatkan kecondongan rasa perasaan sesuai dengan konteks dan tujuan yang tepat sebagaimana akal budi membimbingnya. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kemampuan individu dalam menempatkan diri, bertindak dan berkata-kata secara bijak dalam ruang dan waktu yang tertentu.
5. Keberanian
Keberanian merupakan keutamaan yang memungkinkan individu mampu melakukan sesuatu dan merelisasikan apa yang dicita-citakannya. Keberanian termasuk di dalamnya kesediaan untuk berkorban demi nilai-nilai yang menjadi prinsip hidupnya, tahan banting, gigih, kerja keras, karena individu tersebut memiliki cita-cita luhur yang ingin dicapai dalam hidupnya. Keberanian merupakan dorongan yang memungkinkan individu mewujudnyatakan dan merealisasikan impiannya.
6. Cinta kebenaran
Cinta akan kebenaran merupakan dasar pembentukan karakter yang baik, bukan sekedar sebagai seorang pembelajar, melainkan juga sebagai manusia. Manusia merindukan kebenaran dan dengan akal budinya manusia berusaha mencari, menemukan dan melaksanakan apa yang diyakini sebagai kebenaran. Prinsip berpegang teguh pada kebenaran mesti diterapkan bagi praksis individu maupun dalam kehidupan bersama. Cinta akan kebenaran yang sejati memungkinkan seseorang itu berani mengorbankan dirinya sendiri demi kebenaran yang diyakininya. Sebab, keteguhan nilai-nilai akan kebenaran inilah yang menentukan identitas manusia sebagai pribadi berkarakter.
7. Terampil
Memiliki berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan, bagi bagi perkembangan individu maupun dalam kerangka pengembangan profesional menjadi syarat utama pengembangan pendidikan karakter yang utuh. Memiliki kemampuan dasar berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, kompeten dalam bidang yang digeluti merupakan dasar bagi keberhasilan hidup di dalam masyarakat. Melalui kompetensinya ini seorang individu mampu mengubah dunia.
8. Demokratis
Masyarakat global hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk saling membutuhkan, bahu membahu satu sama lain. Masyarakat tidak dapat hidup secara tertutup sebab keterhubungan satu sama lain itu merupakan kondisi faktual manusia. Karena itu, setiap individu mesti belajar bagaimana hidup bersama, mengatur tatanan kehidupan secara bersama, sehingga inspirasi dan aspirasi individu dapat tercapai. Demokrasi mengandaikan bahwa individu memiliki otonomi dalam kebersamaan untuk mengatur kehidupannya sehingga individu dapat bertumbuh sehat dalam kebersamaan. Demokrasi termasuk di dalamnya pengembangan dan penumbuhan semangat kebangsaan.
9. Menghargai perbedaan
Perbedaan adalah kodrat manusia. Menghargai perbedaan merupakan sikap fundamental yang mesti ditumbuhkan dalam diri individu. Terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, menghargai perbedaan mesti ditumbuhkan dalam diri tiap individu, karena negara kita ini berdiri karena para pendiri bangsa ini menghargai perbedaan, dan dalam perbedaan itu mereka ingin mempersatukan kekuatan dan tenaga dalam membangun bangsa.
10. Tanggung jawab
Tanggungjawab merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggungjawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggungjawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggungjawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat).
11. Keadilan
Bersikap adil, serta mau memperjuangkan keadilan adalah sikap dasar pribadi yang memiliki karakter. Keadilan penting untuk diperjuangkan karena manusia memiliki kecenderungan untuk antisosial. Untuk itulah diperlukan komitmen bersama agar masing-masing individu dihargai. Dalam konteks hidup bersama, keadilan menjadi jiwa bagi sebuah tatanan masyarakat yang sehat, manusiawi dan bermartabat. Tanpa keadilan, banyak hak-hak orang lain dilanggar.
12. Integritas moral
Integritas moral merupakan sasaran utama pembentukan individu dalam pendidikan karakter. Integritas moral inilah yang menjadikan masing-masing individu dalam masyarakat yang plural mampu bekerjasama memperjuangkan dan merealisasikan apa yang baik, yang luhur, adil dan bermartabat bagi manusia, apapun perbedaan keyakinan yang mereka miliki. Integritas moral memberikan penghargaan utama terhadap kehidupan, harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan yang bernilai dan berharga apapun keadaan dan kondisinya. Kehadiran individu yang memiliki integritas moral menjadi dasar bagi konstruksi sebuah tatanan masyarakat beradab. Integritas moral muncul jika individu mampu mengambil keputusan melalui proses pertimbangan rasional yang benar, dan melaksanakannya dalam tindakan secara bijak, sesuai dengan konteks ruang dan waktu tertentu. Integritas moral termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk membuat kebijakan praktis yang bermakna bagi hidupnya sendiri dan orang lain.

Sumber : http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html

By Himaprodi S1 PGSD with No comments

GURU MALAS MENGAJAR KENA SANKSI

Ilustrasi Gambar


Sanggau – Sedikitnya empat orang guru berada di lingkungan Cabang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kecamatan Kapuas, Sanggau harus menjalani sidang disiplin.
Pemicu, karena keempat guru tersebut merupakan tenaga pengajar di beberapa sekolah dasar (SD). Karena kedapatan bolos alias tidak mengajar dalam waktu tertentu.
“Sidang disiplin ini, dilaksanakan, untuk menerapkan dan menegakkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS),” ujar Abang Usman, Kacabdin Dikpora, Kecamatan Kapuas kepada Equator, kemarin.
Dipaparkan Usman, pada pasal 8 ayat 9 huruf a, b, dan c secara jelas mengatur tentang aturan main bagi PNS, yang tidak menjalankan tugasnya mulai dari teguran sampai pada membuat pernyataan resmi bermeterai, yang ditandatangani oleh guru bersangkutan yang isinya tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama. “Sanksinya bervariasi mulai yang ringan hingga terberat. Untuk keempat PNS kita berikan sanksi ringan saja. Kita lebih kepada pembinaan,” tegasnya.
Dibeberkannya, dari jumlah guru SD/MI di Kecamatan Kapuas mencapai 670 orang. Dari sebanyak itu, tentunya satu atau dua orang ada yang ogah-ogahan mengajar. Untuk itu, sangat penting dilaksanakan penerapan PP tersebut. “Guru yang bermasalah, akan kita lakukan pembinaan bukan hukuman. Kita tegaskan, kami bukan menghukum mereka, tapi lebih fokus pada pembinaan,” tegasnya.
Upaya yang dilaksanakan Usman ternyata berbuah manis. Pasalnya, setelah mendapatkan teguran, para guru-guru yang tadinya malas untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, kini sudah kembali mengajar seperti biasa. (SrY)

Info by :
http://www.infodiknas.com/guru-malas-ngajar-kena-sanksi/
http://www.equator-news.com/radar-timur/sanggau/guru-malas-ngajar-kena-sanksi

By Himaprodi S1 PGSD with No comments

MASIH BANYAK GURU YANG BELUM PAHAM PTK

Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas

BEKASI (Pos Kota) – Masih banyak guru, baik tingkat TK, SD, SMP hingga SMA yang belum sepenuhnya memahami apa itu Penelitian. Tindakan Kelas (PTK). Padahal guru PNS yang ingin mengajukan kenaikan golongan, PTK ini menjadi syarat wajib yang harus dilaksanakan.
Bisa jadi karena kegiatan menulis belum mendarah daging di kalangan guru-guru. Hal inilah yang juga menjadi sebab mengapa Guru PNS sulit mencapai pangkat di atas IV/A karena kemampuan guru membuat karya tulis ilmiah masih rendah.
Demikian yang mengemuka pada workshop PTK yang digelar Prima Edutama pimpinan Suparjan HR Kartono, event organizer (EO) yang peduli akan perkembangan pendidikan, di Aula SMAN 1 Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Sabtu (18/2/2012). Nara sumber dua juara kompetensi PTK tingkat Nasional, Wijaya Kusumah, S.Pd, M.Pd dan Drs Dedi Dwitagama M.Sc.
“Sebagai awalan untuk meningkatkan semangat dan kemampuan menulis, disarankan agar guru-guru memiliki blog pribadi. Karena jika sudah terbiasa, pembuatan KTI pun akan mudah dilakukan,” kata Wijaya Kusumah yang akrab dipanggil Omjay di dunia maya seperti blog dan jejaring sosial lainnya.
“Hal inilah yang juga menjadi penyebab mengapa guru Pegawai Negeri Sipil  sulit mencapai pangkat di atas golongan IV/A. Itu karena salah satunya, kemampuan guru membuat karya tulis ilmiah masih rendah,” kata Dedi Dwitagama di hadapan 150 guru peserta workshop asal Jabodetabek.
Dalam workshop ini, terpilih 3 judul proposal peserta yang dianggap memenuhi syarat untuk ditindak lanjuti penelitian lapangan. Masing-masing “Kunjungan Ke Pengusaha Kecil Sebagai Upaya Menigkatkan Jiwa Entereupreuner Siswa SMA Al Muslim Kelas XII IPS” oleh Siti Mugi Rahayu S.Pd, Guru ekonomi, SMA Al Muslim.
“Penggunaan Metode Tutor Sebaya Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Mudzakkar dan Muannats Pada Mata Pelajaran Bahasa Arab Kelas 5 SDIT Islamiah Tahun Pelajaran 2011/2012 oleh Mulyana S.Pd.I.
“Penggunaan Alat Peraga Bukti-Bukti Transaksi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Jurnal Umum Pada Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS Semester Genap di SMAN 1 Tambun Selatan Tahun Pelajaran 2012-2013″ oleh Nani Roslinda, S.Pd, M.Pd, guru akuntansi SMAN 1 Tambun Selatan.
(aliem/t/sir)
Teks Gbr-Dua naraumber juara kompetensi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tingkat Nasional, Wijaya Kusumah, S.Pd, M.Pd dan Drs Dedi Dwitagama M.Sc memberi materi pada workshop PTK yang digelar Prima Edutama pimpinan Suparjan HR Kartono, event organizer (EO) yang peduli akan perkembangan pendidikan, di Aula SMAN 1 Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.(nur aliem).
— —
Sumber:
http://www.infodiknas.com/masih-banyak-guru-belum-paham-ptk/
http://www.poskotanews.com/2012/02/19/masih-banyak-guru-belum-paham-ptk/

By Himaprodi S1 PGSD with No comments

TAK TERAKREDITASI, PTS TAK BISA TERBITKAN IJAZAH


SEMARANG – Calon mahasiswa diwajibkan mengecek status akreditasi dari program studi yang dituju. Sebab akreditasi menyangkut penerbitan ijazah. Bila perguruan tinggi (PT) yang diincar belum mengantongi akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) maka pengelola kampus akan kesulitan merilis ijazah mahasiswanya. 

Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VI Jawa Tengah Prof Mustafid mengkhawatirkan, perguruan tinggi swasta (PTS) yang belum juga terakreditasi BAN akan kesulitan mengeluarkan ijazah mahasiswa yang telah lulus. Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menentukan selambat-lambatnya 16 Mei 2012 perguruan tinggi harus terakreditasi. 

"Di PTS seluruh Jateng sekira 30 persen dari 1.000 program studinya belum terakreditasi. Jika belum terakreditasi, otomatis tidak dapat mengeluarkan ijazah. Sesuai PP itu, hanya perguruan tinggi yang terakreditasi yang dapat mengeluarkan ijazah," ujarnya di sela-sela Rapat Koordinasi Pimpinan PTS Bidang Akademik di Kantor Kopertis VI Jateng kemarin.

Kopertis sudah mendorong seluruh PTS di wilayah Jateng segera mengajukan akreditasi kepada BAN PT. Paling tidak dapat mengejar tenggat waktu sesuai PP tersebut. Dia mengakui, sejumlah PTS masih terkendala proses akreditasi. Di antaranya berkaitan persyaratan dosen yang mengajar harus memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S-2. 

"Persoalannya tidak semua program studi pada jenjang S-2-nya ada. Seperti program studi bidang kesehatan, program magisternya beberapa belum ada lantaran memang yang linier dan relevan dengan bidang keilmuannya tergolong sedikit," paparnya.

Kendala lainnya ialah kesiapan PTS mengajukan akreditasi. Dengan tenggat waktu dua bulan lagi, hal itu terlalu pendek untuk proses akreditasi yang biasanya memakan waktu lama. "Kami akan berkoordinasi dengan PTS untuk segera mengajukan akreditasi agar dapat diusulkan. Setelah itu, nanti bagaimana BAN PT akan meloloskan atau tidak sebelum tanggal tersebut," katanya. 

Wakil Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (Aptisi) Laode Masihu Kamaludin menerangkan, pemerintah hingga kini masih terfokus terhadap pengembangan dan pemberian bantuan, seperti bantuan pendidikan dan penelitian di perguruan tinggi negeri (PTN) saja. Sementara PTS, nasibnya kurang beruntung dengan berjuang sendiri di tengah ketatnya persaingan antar-PT. 

"Saya rasa sekarang sudah tidak zamannya lagi PTS dianaktirikan. Semua perguruan tinggi semestinya diperlakukan sama," tandas Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang ini. 

Laode menambahkan, persyaratan mendapatkan akreditasi juga mendiskualifikasikan PTS. Karena itu, pemerintah diharapkan berperan memberikan perhatian dalam persoalan ini. "Bentuk bantuan bisa dilakukan melalui penyediaan formulir karena rata-rata soal formulir saja mereka tidak tahu," ujarnya. (susilo himawan/koran si)(//rfa)

Sumber : http://kampus.okezone.com/read/2012/03/21/373/597124/tak-terakreditasi-pts-tak-bisa-terbitkan-ijazah

By Himaprodi S1 PGSD with No comments

JENIS - JENIS PENELITIAN LENGKAP BESERTA PENGERTIANYA

Menurut  bidang ada 3 yaitu :
1.      Penelitian Akademik (Mahasiswa S1, S2, S3), ciri/penekanan :
·         Merupakan sarana edukasi
·         Mengutamakan validitas internal (cara yang harus benar)
·         Variabel penelitian terbatas
·         Kecanggihan analisis disesuaikan dengan jenjang (S1, S2, S3)
2.      Penelitian Profesional (pengembangan ilmu, teknologi dan seni), ciri/ penekanan :
·         Bertujuan mendapatkan pengetahuan baru yang berkenaan dan ilmu, teknologi dan seni.
·         Variabel penelitian lengkap
·         Kecanggihan analisis disesuaikan kepentingan masyarakat ilmiah
·         Validitas internal (cara yang benar) dan validitas eksternal (kegunaan dan generalisasi) diutamakan
3.      Penelitian Institusional (perumusan kebijakan atau pengambilan keputusan), ciri/penekanan :
·         Bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan kelembagaan
·         Mengutamakan validitas eksternal (kegunaan)
·         Variabel penelitian lengkap (kelengkapan informasi)
·         Kecanggihan analisis disesuaikan untuk pengambilan keputusan.
·          
Berdasarkan tujuannya penelitian dibagi menjadi 2 yaitu :
·         Murni : mencari terhadap sesuatu karena ada perhatian atau keingintahuan terhadap hasil suatu aktifitas. Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan ilmu dan pengertian-pengertian tentang atau serta hubungan-hubungan. Pengetahuan umum ini untuk memecahkan masalah-masalah praktis.
·         Terapan  : penelitian yang hati-hati, sistematik dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan dengan segera pada keperluan tertentu. Hasil penelitian tidak perlu sebagai suatu penemuan yang baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang telah ada.
Berdasarkan metodenya, penelitian dibagi menjadi :
1.  Survey : Penelitian ini sering disebut sebagai penelitian normatif atau penelitian status. Penelitian survei biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa varibel.Para penelitian pada umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang luas sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Hasil yang dari penelitian survey juga dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan seperti berikut:
1)      Penelitian inji dapat digunakan sebagai bentuk awal penelitian yang direncanakan untuk ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lain yang lebih spesifik.
2)      Dengan penelitian survey, para peneliti dapat melakukan eksplorasi dan deskriptif sebagai tujuan penelitian.
3)      Dengan penelitian ini, mereka juga dapat melakukan klasifikasi terhadap permasalahan yang hendak dipecahkan kemudian

2.      Expostfacto : Penelitian ini disebut penelitian ex-postfakto karena para peneliti berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti.Pada penelitian ini variabel bebas dan variabel terikat sudah dinyatakan secara eksplisit, untuk kemudian dihubungkan sebagai penelitian korelasi atau diprediksi jika variabel bebas mempunyai pengaruh tertentu pada variabel terikat.Sedangkan untuk mencari hubungan maupun prediksi, seorang peneliti sudah dianjurkan menggunakan hipotesis sebagai petunjuk dalam pemecahan permasalahan penelitian.

3.      Ekperimen : Penelitian ekperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang ada.Karena dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratan dari suatu bentuk penelitian.Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan observasi.Dalam penelitian eksperimen peneliti juga harus membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi dua grup, yaitu grup treatment atau yang memperoleh perlakuan dan grup control yang tidak memperoleh perlakuan.Penelitian eksperimen karene peneliti sudah melkukan kegiatan mengontrol meke hasil penelitian dapat menentukan hubungan kausal atau sebab dan akibat.Penelitian eksperimen juga diharuskan menggunakan hipotesis dan melalui pengamatan, peneliti menguji hipotesis tersebut dalam kondisi eksperimen, yaitu kondisi yang sudah dimanipulasi sedemikian rupa (laboratorium), sehingga tidak ada kontaminasi diantara variabel yang diteliti.Bidang kedokteran, pertanian, psikologi dan bidang teknik adalah diantara bidang-bidang ilmu pengetahuan yang banyak menggunakan penelitian eksperimen.
4.      Naturalistic                : metode penelitian untuk meneliti kondisi objek alami. Metode penelitian ini disebut juga penelitian kualitatif.
5.      Policy research            : penelitian yang meneliti masalah-masalah sosial yang mendasar.
6.    Action research           : penelitian yang digunakan untuk meneliti metode kerja yang paling efektif dan efesien
7.      Evaluasi                   : mencari jawaban tentang pencapaian tujuan yang digariskan sebelumnya. Evaluasi disini mencakup formatif (melihat dan meneliti pelaksanaan program), Sumatif (dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur pencapaian tujuan)
8.      Sejarah                : penelitian sejarah adalah  peneliti yang lebih memfokuskan pencarian data dengan metode wawancara pada pelaku sejarah, misalnya para pimpinan yang terlibat dan tokh-tokoh masyarakat yang mengalami dan menggunakan sumber-sumber lain termasuk objek peninggalan kejadian, prasasti, dan buku-buku yang berkaitan erat dengan peristiwa yang diteliti. Tujuan dari kegiatan tersebut ialah untuk memperoleh gambaran secara objektif terhadap peristiwa besar atau objek yang diteliti.
9.      Research and development (R & D) : metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tertentu. Bersifat analisis kebutuhan dan menguji keefektifan pruduk supaya dapat berfungsi dimasyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji produk tersebut. bersifat longitudinal. Banyak digunakan dibidang ilmu alam dan teknik (produk elektronik, kendaraan bermotor, obat-obatan, dsb). Bisa juga di bidang sosial.

Berdasarkan tingkatan eksplanasi, penelitian dibagi menjadi 3 yaitu :
1.      Deskriptif : Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena; pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti menegmbangkan konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis;
2.  Komparatif  : Penelitian Komparatif atau perbedaan adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian antara dua kelompok penelitian.
3.      Asosiatif  :
Bedasarkan waktu, penelitian dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Cross sectional            : Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui proses kompromi (silang) terhadap beberapa kelompok subjek penelitian dan diamati/diukur satu kali untuk tiap kelompok subjek penelitian tersebut sebagai wakil perkembangan dari tiap tahapan perkembangan subjek (menembak satu kali terhadap satu kasus)

2.   Longitudinal               : Penelitian longitudinal adalah salah satu jenis penelitian sosial yang membandingkan perubahan subjek penelitian setelah periode waktutertentu. Penelitian jenis ini sengaja digunakan untuk penelitian jangka panjang, karena memakan waktu yang lama. Karakteristik dan cakupan utama dari penelitian longtudinal meliputi (Ruspini,2000; Taylor et.al., 2000):
1)      Data dikumpulkan untuk setiap variabel pada dua atau lebih periode waktu tertentu.
2)      Subjek atau kasus yang dianalisis sama, atau setidaknya dapat diperbandingkan antara satu periode dengan periode berikutnya.
3)      Analisis melibatkan perbandingan data yang sama dalam satu periode dengan antar metode yang berbeda



Untuk Mendownload File lengkapnya dapat di download di link bawah ini

By Himaprodi S1 PGSD with No comments